ep·i·gram·ma [n]
1. Any witty, ingenious, or pointed saying tersely expressed.
2. A brief, interesting, memorable, and sometimes surprising or satirical statement.


Lasik: Serem Ya?
"Nona Prilly." Terdengar suara panggilan dari speaker yang ada di ruang tunggu.

Rasanya tangan saya sudah basah kuyup oleh keringat saking gugup dan deg-degannya. Walaupun lasik katanya adalah salah satu prosedur operasi yang gampang, tapi saya paling serem banget sama yang namanya jarum, obat, apalagi operasi, ditambah ini adalah operasi pertama saya. Di dalam pikiran saya sudah terbayang bakal dibelek-belek, berdarah-darah.

Saya pun masuk ke dalam ruangan cukup nyaman, di dalamnya ada dua kursi, meja dan dua alas tidur yang mirip kayak di salon-salon. Ketika masuk, saya disuruh melepas jilbab dan make penutup rambut dan jubah, lalu minum sebutir tablet. Saya pun disuruh berbaring di alas kasur yang mirip di salon tersebut. Ibu perawatnya menetesi mata saya dengan bermacam-macam obat tetes mata, semacam anestesi biar ga jerit-jerit kesakitan pas matanya dibelek. Rasanya sih pedes-pedes perih, terus disuruh merem ga boleh melek sekitar 20 menit. Dan diselimutin. Hahahahaha disitu saya beneran tidur saking ngantuknya semalam ga tidur karena baru berangkat ke Surabaya jam 3 pagi.

Kemudian saya disuruh bangun dan menuju ke ruangan berikutnya. Makin deg-deganlah saya. Tibalah saya di sebuah ruangan terang benderang berwarna serba putih yang super dingin. Di tengahnya terdapat sebuah mesin besar dengan tempat tidur di sampingnya. Saya pun berbaring di tempat tidur tersebut. Komat-kamitlah mulut saya baca doa saking takutnya. Kepala saya pun seperti diganjal menggunakan bantalan agar stay still. Kalo lasernya kena muka kan kacau juga haha.

Dengan keadaan sadar, kelopak mata saya dijepit, serta diberi plester disekitar mata supaya matanya benar-benar kebuka. Oh iya yang pertama kali dilaser adalah mata kanan. Saya harus melihat ke satu titik merah, ga boleh gerak-gerak centil kanan-kiri, lalu mata saya pun disemprot air. Tiba tiba dokternya bilang, "Ini bakal gelap habis itu buram, tapi tetap lihat ke titik ya."

Mata saya seperti dimasukkan alat bentuknya bulat, mirip-mirip kaca pembesar tapi versi mini dan ga ada gagangnya ya. Tiba-tiba, cesssss... lapisan korneanya kebuka sodara-sodara. Walaupun ga sakit tapi tetep berasa sih kepotongnya. Setelah itu buram. Tapi so far ga ada masalah sih ketika laser yang kanan. Saya mendengar katanya laser dilakukan dalam waktu 38 detik. Ketika laser ditembakkan, mata saya terasa cekit-cekit. Cekit-cekit itu gimana ya bayanginnya? Kayak dicubit deh dikit, atau digigit semut dikit. Ditambah kecium bau gosong hahahaha.

Tiba-tiba, si dokter ngebalikin lagi posisi lapisan kornea tadi yang udah kepotong. Alat yang nekan mata dan bikin buram itu dicopot. Lagi-lagi mata saya disemprot air.

Lanjut ke mata kiri. Sama aja sih prosesnya, cuma lasernya dilakukan dalam waktu 54 detik. Mungkin dikarenakan minus mata kiri saya yang lumayan. FYI, mata kiri saya -17, yang kanan -4,5. Kondisi mata saya disebut sebagai amblyopia, dimana terdapat ketimpangan jarak minus mata kanan dan mata kiri yang sangat besar. Disebut juga sebagai mata malas, karena satu mata saja yang bekerja dominan. Oh iya sebelum lasik, kedua mata saya juga dilaser retina terlebih dahulu, katanya sih mencegah supaya tidak sobek.

Ini sakit! Sakit banget! Gatau sih, saya orangnya lumayan agak bisa nahan sakit tapi laser retina lebih sakit daripada lasik. Sebelumnya udah diwanti-wanti sih emang laser retina lebih sakit sedikit. Oh iya, di tempat saya lasik, sebelum lasik kita harus pre-lasik terlebih dahulu, dimana ada 7 tahapan pemeriksaan yang harus dilalui untuk mengetahui apakah mata kita layak lasik atau tidak. Salah satunya adalah laser retina. Saya ga nyangka sih waktu dibawa ke sebuah ruangan yang ada alat semacam autorefractometer. Saya ngebayangin laser retina bakal 11:12 sama lasik. Ternyata saya cukup duduk di depan alat tersebut, lalu mata saya ditempel semacam alat dan alat tersebut digerak-gerakkan, menimbulkan sensasi ketekan. Lalu ditembakkan sinar hijau, yang membuat saya bisa melihat bayangan-bayangan saraf mata saya. Ketika itu mata terasa seperti disedot. Nyut-nyutannya terasa sampai ke kepala bagian belakang dan sukses membuat saya tepar semalaman.

Lanjut nih, setelah lasik beres, saya dipapah oleh ibu perawat kembali ke ruangan ala-ala salon. Disitu saya disuruh berbaring selama 30 menit. Lagi-lagi ketiduran. Post-lasik sih mata terasa grainy, pedih, glare, tapi so far proses lasiknya ga seserem yang saya bayangin. Oh iya, saya lasik di SALC (Surabaya Advanced Lasik Center), sebelahan sama RS Mata Undaan. Orang-orang dan dokternya ramah-ramah kok, bahkan mau saya susahin ketika saya keribetan ngurus klaim asuransi.

Setelah 24 tahun ga bisa melihat dengan jelas, finally saya bisa melihat tanpa menggunakan alat bantu. Hore!
0 comment(s)
Post a comment
Sakit
Hampir sebulan ini saya jatuh sakit. Yang namanya sakit ya, rasanya sengsara sekali. Mau makan susah, mau minum susah, mau duduk pusing, mau tidur makin pusing, mau kentut ga bisa, apalagi BAB (ini serius). Karena penyakit yang satu ini saya hampir 2 minggu ga bisa BAB sodara-sodara. Bayangin gimana begahnya perut saya karena keisi sampah-sampah yang ga kebuang selama itu.

Penyakit saya ini bermula dari rasa ngilu-ngilu di sekujur badan saya, diikuti demam, sakit perut, dan pusing ga tertahankan. Awalnya mikir, "ah paling masuk angin". Tapi setelah 5 hari kok demam saya ga reda-reda juga. Gejala batuk pilek pun ga ada. Dari situ saya mulai curiga, wah jangan-jangan tipes nih. Ternyata setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan tes darah, positif tipeslah saya.

Eits... Tapi justru yang menyengsarakan dan membuat bobot badan saya menyusut malah penyakit jaman saya masih ngekos dulu. GERD atau gastro esophageal reflux disease atau penyakit yang disebabkan oleh naiknya asam lambung ke kerongkongan. Awal mulanya saya bisa kambuh lagi GERDnya ini apalagi kalo bukan disebabin karena kebandelan saya sendiri. Baru beberapa hari sembuh dari tipes, saya nekat minum kopi. Padahal kopi ini pantangan no. 1 untuk penderita GERD.

Awalnya sih pede aja, "ah paling gapapa", pikir saya saat itu. Malam setelah saya minum kopi, perut saya melilit ga karuan. Bunyi-bunyinya udah ngalahin musik dangdut kondangan. Saking ga kuat nahan sakit perutnya, saya sampe begadang semalaman.

Besok paginya, badan saya drop kayak abis digebukin massa. Sakit, ngilu, capek, pusing, mual, kembung, ga bisa kentut, campur aduk jadi satu. Ditambah sensasi heartburn dan kesulitan bernafas yang disebabin oleh si GERD ini. Selama dua hari saya benar-benar kesulitan makan dan minum, ditambah efek dari naiknya asam lambung ini kerongkongan yang membuat saya batuk-batuk ga berhenti. Makan sedikit, muntah. Minum sedikit, muntah. Berat badan saya yang awalnya 50 kg menyusut jadi 46 kg.

Malamnya, saking lemasnya badan saya, saya pun memeriksakan diri kembali. Dari situ saya dikasih Laz (lansoprazole), Rillus (suplemen), dan Inpepsa. Dan ditambah saya diomeli karena kenekatan saya minum kopi pasca beberapa hari setelah tipes. Tapi gimana ya, kopi itu enak banget.

Dua hari setelah dihajar tiga obat tersebut, alhamdulillah saya sudah bisa makan sedikit-sedikit. Walaupun saya harus makan dan duduk sepanjang hari dengan posisi tegak 90 derajat untuk mengantisipasi biar ga batuk-batuk dan muntah karena asam lambungnya naik lagi ke kerongkongan.
Total recovery setelah mengkonsumsi obat-obat tersebut adalah sekitar empat hari.

Dasar sayanya yang bandel, dua hari setelah enakan, saya nekat jalan-jalan saya teman-teman mampir ke tempat makan andalan. Saya pesan chicken strip dengan french fries, pikir saya waktu itu sih, "ah kentang lunak kok gapapa deh ya". Tapi saya nekat, ayam dan kentangnya saya taburi merica banyak-banyak. Padahal makanan kaya merica adalah pantangan bagi penderita GERD.

Besoknya, harap diulangi lagi siklus yang sudah saya ceritakan di paragraf empat.

Saya kemudian disuruh untuk melakukan tes Tubex untuk mengecek tipes di tubuh saya. Ternyata masih positif sodara-sodara. Untuk kedua kalinya, saya diresepin obat yang sama seperti kemarin, ditambah antibiotik untuk melawan bakteri tipesnya. Ngeri-ngeri sedap juga melihat badan saya dihajar antibiotik dan obat-obatan terus-menerus. Saya kapok, apalagi ketika diberitahu bahwa proses penyembuhan GERDnya kira-kira memakan waktu tiga bulan.

Tiga bulan tanpa makanan macem-macem, tanpa kopi, tanpa sambel.

Ga enak.

Tapi lebih ga enak kalo kambuh.

Tapi demi sembuh.

Gapapa deh.
0 comment(s)
Post a comment


---------------- Older Posts -----------------