ep·i·gram·ma [n]
1. Any witty, ingenious, or pointed saying tersely expressed.
2. A brief, interesting, memorable, and sometimes surprising or satirical statement.


(I'm)possible
Kegalavan ini bermula sejak beberapa minggu yang lalu, ketika saya iseng-iseng membuka facebook karena ga ada kerjaan (skripsi?). Di news feed terpampang foto kakak-kakak kelas saya yang sedang melanjutkan studinya di luar Indonesia, mereka tampak bahagia. Selain itu, ada pula beberapa foto teman-teman saya yang memajang foto pernikahannya, bahkan ada pula yang sudah menggendong bayi.

Sedih? Jelas dong. Memikirkan betapa cepatnya waktu berjalan, ga terasa kami yang dulu masih piyik, masih suka senang-senang, seakan ga ada beban, sekarang sudah memiliki hidupnya masing-masing. Namun, yang lebih saya sedihkan lagi, mereka sudah bergerak jauh dari comfort zonenya, menemukan pengalaman dan mungkin zona yang lebih nyaman lagi, sedangkan saya hanya duduk diam di kosan sembari doing nothing, bahkan skripsi pun ga tersentuh. Kalau skripsi saya bisa diibaratkan sebagai sebuah buku, ia adalah buku yang terletak di rak paling dalam, kertasnya buluk dan berdebu saking ga pernah disentuh.

Tapi jangan salah, saya juga ingin sarjana. Meraih gelar yang 'mahal' itu dan membawanya kembali ke kota asal saya yang kemudian disambut oleh tangis bahagia orangtua saya melihat anaknya yang bandel ini berhasil dalam studinya. Terlebih ketika melihat teman-teman seangkatan saya satu per satu lulus, mereka pun sudah 'berkelana' mencapai tujuan hidup mereka selanjutnya. Dan lagi-lagi saya masih duduk terdiam sembari menulis ini.

Tekad saya untuk lulus seakan terpenggal oleh ketakutan yang saya ciptakan sendiri. Bahwa, "banyak privileges yang saya dapatkan sebagai mahasiswa, dan akan hilang ketika saya sudah memasuki dunia kerja." Berulang kali saya mencoba menuangkan isi pikiran saya ke dalam skripsi, namun gagal. Dalam hati saya berharap, seandainya mengerjakan skripsi sama mudahnya dengan menulis blog. Belum memulai saya sudah menyerah. Saya terlalu takut untuk melangkah keluar dari comfort zone ini. 

Namun, saya mulai mendapat pencerahan ketika membaca salah satu tweet, "...tangis dan keringat yang dicucurkan oleh orangtuamu akan terbayar dengan toga yang kau kenakan." Begitu menohok. Saya baru terpikir betapa orangtua saya bersusah payah menyekolahkan anaknya dan merelakan anaknya pergi merantau. Dan sebenarnya harusnya saya bersyukur karena orangtua saya masih mau mengirimi saya uang jajan bulanan, membayar SPP dan kosan, yang ga sedikit jumlahnya.  Saya merasa malu pada diri saya sendiri, seharusnya di umur segini, saya juga menghasilkan uang, sehingga tak perlu terlalu bergantung pada orangtua yang juga punya banyak tanggungan. 

Screw you, comfort zone! Mulai sekarang akan pelan-pelan saya hapus garis batas lingkaran comfort zone. Toh mungkin saja masih banyak comfort zone-comfort zone lainnya yang mungkin akan lebih nyaman, walaupun untuk mendapatkannya diperlukan usaha yang keras. But, it's the part of growing up. Saya akan stuck di situ-situ saja jika saya masih ga mau melangkah dari comfort zone ini.

S.HInt menjadi resolusi saya nomor satu di tahun 2014 ini. Semoga tercapai!

Libellés :

0 comment(s)
Post a comment


---------------- Older Posts -----------------